abstrak
Pemulung sering kali diidentifikasi dengan pengemis karena pekerjaan mereka yang dilakukan di sekitar tempat sampah dan lingkungan yang kumuh, meskipunsebenarnya mereka adalah pekerja yang mencari barang bekas untuk dijual kembali. Penelitian ini dilatarbelakangi oleh kondisi lingkungan kerja pemulung yang tidak kondusif, rentan terhadap kontaminasi penyakit, dan kurangnya jaminan kesehatan dari pemerintah bagi para pemulung. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui potret quality of life, resiliensi, dan penyingkapan diri bagi pemulung di TPA Segawe Metode penelitian yang digunakan adalah kuantitatif korelasional yang fokus pada hubungan antara quality of life, resiliensi, dan penyingkapan diri. Penelitian dilakukan dengan cara mewawancarai sekelompok pemulung di TPA Segawe untuk memahami kondisi kehidupan sehari-hari mereka, bagaimana upaya mereka dalam bertahan hidup, serta pengalaman penyingkapan diri yang mereka hadapi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemulung di TPA Segawe menghadapi berbagai tantangan dalam meningkatkan kualitas hidup mereka, termasuk akses terbatas terhadap layanan kesehatan dan pendidikan. Meskipun demikian, mereka menunjukkan tingkat resiliensi yang tinggi dalam menghadapi kondisi sulit. Namun, stigma sosial terhadap profesi mereka sering kali menyebabkan penyingkapan diri yang mendalam, mempengaruhi kesehatan mental dan kehidupan sosial mereka. Dengan demikian, diharapkan pemulung di TPA Segawe dapat merasa lebih aman dan nyaman dalam lingkungan kerja mereka serta memiliki kesempatan yang lebih baik untuk meningkatkan kualitas hidup dan mencapai potensi mereka yang
sebenarnya.
Karya : Cintya Tri Yulianti dan Aisyah Rahma Sari